gunung dempo

Sumatera Selatan – “We were stranger on the crazy adventure. Never dreaming how our dreams would come true. Now here we stand unafraid of the future. At the beginning with you..” Petikan lagu berjudul At The Beginning yang dinyanyikan Richard Marx dan Donna Lewis menjadi soundtrack penyemangat pagi saya dan rekan petualang saat memulai lembaran hari yang baru di Pagaralam.

Hari masih gelap ketika saya dan Rainer Oktovianus bangun di hari Jumat, 8 Oktober 2010, kira-kira sekitar pukul lima pagi. Rasanya tak ingin beranjak dari kenyamanan tempat tidur, namun dinginnya udara pagi yang menusuk tulang pun tak mampu menghalangi kami untuk menjemput sang mentari di ufuk timur kaki Gunung Dempo.

Kami menjelajah beberapa objek wisata di kawasan yang sangat kaya dengan khazanah alam ini. Tujuan pertama adalah Tugu Rimau, sekitar 20 menit perjalanan menggunakan mobil menuju ke arah bukit. Dari atas Tugu Rimau, anda bisa melihat permadani raksasa hijau dan kota Pagaralam yang masih belum berdaya. Lampu-lampu kota masih menyala sebagai tanda penghuninya masih terlelap, gugusan bintang pun masih setia menghiasai hamparan langit. Awalnya kami kira pukul setengah enam itu masih terlalu pagi, tetapi ternyata sekitar sepuluh menit kemudian semuanya perlahan berubah. Sang mentari mulai malu-malu menampakkan wajahnya, sinar-sinar artifisial mulai redup, dan bintang-bintang di langit mulai menghentikan kerlipannya dan bersembunyi.

Kami bersantai untuk sarapan ala kadarnya di warung dekat plang Tugu Rimau. Nikmat sekali bisa menyeruput teh langsung dari sumbernya ditemani panorama perkebunan teh. Tidak ada yang bisa mengalahkan sensasi bermalas-malasan di pagi hari sambil mendengarkan cerita pemilik warung teh yang merantau dari Jawa. Sempurna!

Sambil berjalan di antara perkebunan teh, kami menarik nafas dalam-dalam, udara sejuk pun mulai memasuki rongga paru-paru diiringi tarian semilir angin segar yang ikut menyapa lembut mengelilingi tubuh. Rasa syukur tak henti-hentinya terucap dari mulut, inilah kehidupan yang didambakan banyak orang. Bukan disibukkan dengan hal duniawi dan macetnya jalanan, tetapi bisa menikmati pagi dengan tenang, menikmati anugerah Tuhan yang tak akan bisa didapatkan di perkotaan.

Para wanita pemetik teh mulai bermunculan, memulai irama pagi dengan hati gembira. Setelah berbincang-bincang sedikit dan mengabadikan kegiatan mereka, kami pun melanjutkan perjalanan ke objek wisata air terjun. Tak jauh dari Tugu Rimau, anda bisa menemukan dua air terjun yang letaknya berdekatan. Ada Air Terjun Chugub Embun dan Chugub Mangkok. Jangan lupa mampir untuk sekedar bermain gemericik air atau ingin menyegarkan tubuh dengan airnya. Kawasan hijau ini juga sangat kaya, ternyata bukan hanya pesona alam saja yang ditawarkan, tetapi juga ada situs sejarah yang bisa anda kunjungi. Namanya Situs Tegur Wangi Lama, anda bisa menemukan arca-arca manusia yang berasal dari jaman Megalithikum dan membaca sejarah-sejarahnya.

Jarang sekali kami melihat jam, setiap detik di kawasan Pagaralam kami nikmati dengan tenang. Kalau sudah puas, barulah kami beranjak pergi. Akhir hari ini pun kami tutup dengan mengunjungi Sumber Air Panas Tanjung Sakti. Ingin merasakan aliran air sungai yang sangat dingin namun kadang diselingi aliran yang panas mendidih? Jangan lupa mampir ke kecamatan Mendingan di Lahat. Seorang warga yang baik hati akan menyapa anda dan menawarkan secangkir kopi sebagai teman sore. Sejenak sebelum pulang, kami meyeruputnya sambil melihat panorama bentangan sawah hijau yang menjadi mata pencaharian mereka sehari-hari.

Sungguh, hidup di daerah pedesaan yang masih alami membuat saya dan rekan lebih menikmati dan menghargai kehidupan yang begitu sederhana. Pagaralam, kau telah mencuri hati kami para petualang!

Sumber: detiktravel